Sore tadi saya tiba-tiba ingin membuat
kopi hitam. Kalian yang mengenal saya pasti tahu, saya tidak suka kopi. Saya tidak
suka mereka. Kuberi tahu satu rahasia kenapa saya tidak suka mereka. Nenek dari
ibu saya, dia dulu terserang stroke karena terlalu banyak meminum
kopi hitam. Lalu dari pada menyalahkan nasib, saya lebih suka menyalahkan kopi
hitam setiap kali menatap Nenek saya yang tergeletak tak berdaya di ranjangnya.
Hahaha.. Tidak, saya bercanda, saya tidak suka menyalahkan apa pun
sebenarnya, saya hanya tidak ingin menjadi sakit seperti sakit yang Nenek saya
alami. Maka dari itu saya tidak suka meminum kopi.
Dan ketika satu gelas habis saya minum,
saya menginginkannya lagi. Ternyata mereka tidak seburuk yang saya yakini
selama ini. Namun saya memutuskan untuk tidak membuatnya lagi. Satu gelas
cukup. Saya hanya ingin merasakan pahitnya saja. Mencoba mengerti bagaimana
dulu Nenek saya bisa begitu menyukainya, bahkan mampu menghabiskan
bergelas-gelas.
"Semakin
sederhana hidupmu, semakin sederhana keinginanmu. Tapi kadang, justru semakin
besar yang kamu dapat."
Setidaknya itu yang saya rasakan
akhir-akhir ini. Saya itu terlalu mandiri memang, jadi ketika saya jauh dari
orang-orang yang saya sayang atau dijauhi oleh orang-orang yang saya sayang,
saya tidak mudah panik. Saya pandai menyibukkan diri, bahkan pandai berdiam
diri -_- pandai mengantuk, pandai pula lapar. Walau ada waktunya saya akan
melangkah mencari mereka. Karena saya sudah ngga tahan kangennya.
Dan akhir-akhir ini hidup saya teramat
sederhana. Bangun pagi, disapa selamat pagi sama papa, duduk di meja makan
sembari meminum teh. Lalu saya akan beranjak ke dapur, memasak bubur beras untuk
mama, lalu merebus sayuran dan bahan lainnya untuk campuran ke dalam bubur
beliau. Sambil mendengarkan lagu, saya biasanya menekuk kaki saya, memeluknya
dan merenung mengingat mimpi semalam. Kalau tidak berhasil ingat saya menulis
sebentar. Selesai bubur saya matang saya akan beranjak memasak air untuk
memandikan mama. Air mendidih saya akan beranjak ke kamar, mencium kening mama,
mengatakan “Ayo kita mandi!” Dengan nada sok semangat 45.
Dan akhir-akhir ini keinginan saya pun
selalu sederhana. Saya hanya tidak mau mengeluh terlalu sering, saya hanya
ingin selalu sholat tahajud dan kembali rajin puasa sunah, saya hanya ingin
ayah dan ibu saya sehat. Saya hanya ingin semua baik. Tidak perlu hal-hal yang
‘wah’. Saya cukup bahagia di sini. Setidaknya, saya masih mau berusaha untuk
bisa bahagia seutuhnya.
Oh iya, ada beberapa doa saya yang
dikabulkan Tuhan. Ah, bukankah Tuhan itu begitu baik. Hal-hal yang kadang saya
ucapkan tidak sengaja di dalam hati saja Dia ‘amin-kan’.
Terima kasih Tuhan, atas beberapa hati
yang kau sisihkan, mereka yang masih sayang padaku dan bertahan bersamaku
sampai detik ini. Mereka pasti tahu, aku menyayangi mereka lebih dari apa pun.
Walau aku tak pandai menyampaikan sayangku ini. Terima kasih juga buat seorang 'kamu' yang selalu menguatkanku, yang selalu membuatku merasa baik-baik saja di hari yang tidak baik. Setiap
kali menggenggam tanganmu, aku selalu merasa bahwa dunia adalah ruang teraman
untuk berbahagia.
Terima kasih untuk semua yang rajin
mendoakan saya. Tuhan akan balas kalian berkali-kali lipat baiknya! :’)
**********
Saya itu orangnya keras kepala dalam
beberapa hal. Seperti soal menangis, saya itu benci setengah mati sama diri
saya kalo lagi cengeng. Dan ya, saya ngga pernah suka ngebiarin Tuhan melihat
saya begitu lemah. Tapi seperti biasa, sedih saya toh ngga bertahan lama, yang
tersisa tinggal-lah bengkak. Sedihnya, entah sudah pergi kemana.
Ah,
saya rasa Tuhan kasihan lihat mata saya yang bengkak pagi tadi, lalu Dia pun
mengirimkan kekhawatiran orang-orang yang sayang pada saya. #positifthinking
Seharian tadi adalah hari di mana saya
banyak nangis. Nonton drama korea episode terakhir aja nangis bombay. Hahaha.
Dan entah kenapa tiba-tiba saya berpikir kenapa akhir-akhir ini saya tidak
punya pilihan dalam hidup saya. Ketika banyak yang lain bingung dengan pilihan
yang ada di hadapan mereka. Saya, seakan tidak kebagian satu pun pilihan. Bisa
dibayangin ngga rasanya? Dramatis.
Saya itu jarang banget mau fokus sama
hal-hal yang saya tahu saya ngga bisa rubah. Mereka adalah apa yang sering kamu
sebut takdir. Saya tahu, hidup saya itu lagi nggak oke sekarang, tapi saya
selalu ngga pengen mikirin hal itu. Fokus sama yang baik-baik aja. Saya selalu
mikir begitu. Tapi ada kalanya benteng pertahanan saya runtuh dan saya
cuma pengen nangis.
But
hey Anis, nangis itu is okay. Kamu ngga cuma boleh nangis karena nonton drama
di leptop. Kamu juga boleh nangisin drama hidup kamu sekali-sekali. Tuhan ngga
akan mandang kamu lemah. Tuhan ngga akan menilai kamu lagi mengeluh. Tuhan
terlalu baik untuk berpikir se negatif pikiran kamu.
Dulu waktu SMA, saya punya teman pria
namanya Indra. Suatu kali ketika pulang dari Sekolah bareng, dia tiba-tiba
nanya;
“Kamu
tuh ngga pernah punya masalah berat ya nis? Perasaan tiap hari, kamu kelihatan
seneng-seneng aja. Kenapa saya ngga pernah liat kamu galau? Tulisan kamu doang
aja yang galau.”
Lalu saya pun tertawa, “Iya ya? Anis malah ngga pernah kepikiran ke
situ. Masalah mah banyak Ndra, sama aja kayak yang lain.”
Ah, saya tiba-tiba rindu dengan Anis yang
dulu itu, yang seperti ada di hadapan Indra kala itu. Yang benteng
pertahanannya kuat seberapa pun hidup berat. Semakin dewasa, kenapa manusia
justru semakin banyak berpikir. Saya ngga suka orang dewasa kalo modelnya
begini. Galaunya ngga kece.
Notes:
Berhari-hari menatap seseorang yang begitu kamu cintai tengah sakit, tidak
hanya membuat kepalamu ingin pecah, tapi juga hatimu berserakan kemana-mana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar