“Kau, tak lebih luas dari
kesabaranku” kataku pada masalah
Kata-kata itu pernah kutulis di
salah satu media jejaring sosial milikku, saat aku menulis itu aku berpikir
betapa banyak hal yang terjadi beberapa hari belakangan ini denganku. Tentang hal
baik yang membuatku dapat sekedar tersenyum maupun hal buruk yang dapat
membuatku mengerutkan kening atau sekedar terdiam untuk meredam amarahku.
Sebenarny aku tak ingin menulis
sedihku, amarahku dan perasan yang aku punya, seharusnya aku lebih kuat lagi
menahan semuanya dengan berdiam diri dan tersenyum. Sebenarnya semua sudah aku
persiapkan, kemungkinan terburuk dalam hidupku sudah aku persiapkan. Tetapi sebaik
apapun aku mempersiapkan semua itu dan belajar menjadi siap aku selalu gagal
dalam menghadapinya. Aku masih tetap menagis, aku masih tetap menolak kenyataan
yang terjadi.
Salah satu yang bisa kulakukan
adalah diam, dan menjauh dari semuanya. Aku pikir orang-orang sekitarku
terkecuali keluarga mengerti saat aku diam di sana adalah tempat di mana aku
menyembuhkan luka yang tak dapat aku utarakan dan sampaikan. Aku lebih memilih
untuk diam sejenak untuk meredamkan gejolak di hatiku. Tapi aku tahu, tak ada
yang sebaik keluargaku untuk mengenalku, kecuali seseorang di masa lalu itu.
Entahlah sejak mama sakit-sakitan
aku kehilangan sikap manisku, terhadap lelaki yang mendekatiku. Beberapa bulan
ini, yah sudah hamper 4 bulan mama bolah balik UGD dan dokter tapi penyakit
mama tak kunjung sembuh. Sudah berbagai pengobatan alternative lilakukan dan
hasil.a NIHIL. Berhari-hari berusaha membuat diriku tenang mengahdapi cobaan
yang di berikan oleh Allah, karena Dia tahu aku KUAT. Tapi bukan hanya masalah
mama yang aku hadapi, masalh keluarga, dan masalah diriku senidir yang tak
kalah rumitnya.
Aku selalu membuatnya biasa saja
dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan padaku, sampai pada suatu hari
28 juli 2012 aku kehilangan Ua’ dari keluarga papa. Aku sudah menyiapkan
kemungkinan terburuk dari suatu peristiwa yang akan terjadi, saat mendapatkan
kabar seperti itupun tak dapat menerima dengan mudah bahwa semuanya sudah
terjadi. Papa berangkat siang itu juga setelah mendapatkan kabar dari keluarga
besar, dan meninggalkan mama yang sedang sakit di sini.
Ku salamai tangan papa yang
dingin, ada raut khawatir di wajahnya yang meninggalkan mama yang sedang sakit.
Ada bimbang di wajah papa saat itu, aku dapat menagkapnya dengan jelas. Aaaagh
papa betapa engkau sangat kuat mengurus orang-orang di sekitarmu tanpa lelah
dan tanpa memikirkan diri sendiri. Papa hampir tak pernah tidur untuk emngurus
mama yang terkadang tengah malam bangun, papa yang tak pernah bosan bolak balik
memesan tiket pesawat untuk pergi mengunjungi Ua’ yang sedang sakit di Bima. Papa
yang selalu kuat meski terkadang aku tahu ada saat dia mana ia letih menghadapi
kedua orang yang papa sayangi, antara istri tercinta dan kakak tersayang.
Dua hari ditinggal papa kondisi
mama makin buruk, hal yang akan membuatku bertikah tidak pada tempatnya. Emosiku
sangat kacau dan aku tak memikirkan apapun selalin mama, menelfon papa untuk
segera datang. Aku tahu akau salah seharusnya aku bisa menghadapi ini sendirian
tapi aku tak bisa melakukannya sebaik papa.
Saat buruk seperti ini saat
emosiku kacau aku bisa kehilangan orang-orang yang ada di sekitarku, kehilangan
teman dan kenalanku tapi aku tahu para sahabat tak akan meninggalkanku. Ku lirik
jejaring sosial milikku, di sana ada banyak pesan baru dari orang-orang yang
aku kenal dan tak kukenal. Tak ada satupun pesan mereka yang aku balas, tidak
pula dengan seseorang yang akhir-akhir ini melakukan usahanya mendekatiku. Sudah
berhari-hari aku tak menyalakan hanpone dan tak membalas pesannya dan entahlah
apa yang ada di pikirannya sekarang tentangku. Aku tahu tak seharusnya menjauh
dari mereka, aku tahu masalah tak seharusnya aku pendam sendirian dan aku harus
berbagai.
Tapi aku adalah orang yang jarang
ingin berbagi masalah jika dengan orang yang dengan masalahnya sendiri saja tak
dapat di selesaikan, bagaimana dengan masalahku. Kecuali seseorang yang selalu
ku sebut sang pemimpi itu, aku rasa dia orang yang paling mengerti kau. Beberapa
tahun yang lalu apapun masalahku dia selalu sukses membuatku tersenyum tanpa
pernah ku ceritakan terlebih dahulu. Teman berantem yan usil, teman becanda dan
seorang guru buatku, jika tak mengenal dia mungkin aku bukan yang sekarang ini.
Dia orang yang tak dapat kubenci
meski sebesar apapun kesalahan yang dia lakukan padaku, dia orang yang selalu
kucari saat aku sedih dan dia sanggat tahu itu tapi tak pernah seditpun marah
ataupun perotes padaku. Dia yang mencintaiku begitu dalam dan melebihi apapun
(dan itu yang aku tahu, samapi saat ini belum ada yang sepertinya dalam
mencitaiku). Tapi kali ini aku lebih memilih tak mencarinya, tak menghubunginya
ataupun sekedar berinteraksi dengannya. Bagiku aku hanya butuh sendiri dan
belajar untuk mandiri saat ini.
Meski aku tahu, kangen dengan
sebutannya “Nyanyus” sebutan yang aku benci dan tak mengerti artinya apa. Aku ingin
meluapkan emosiku dan dia juga akan marah-marah ga jelas tapi mampu membuatku
tersenyum. Tempat aku menagis dan dia mengejekku dengan sukses dan membuatku
kebabisan kata-kata, saat akau tertawa tetapi dia menghinaku tanpa pernah
memuji sedikitpun yang kulakukan, saat aku kehilanagan arah dia akan menjadi
seorang kakak yang baik hati dan sangat dewasa. Meski kadang aku tahu, rasa
cemburunya membuatnya bertingkah seperti anak umur 7 tahun.
heeem tapi dia adalah masa lalu, dan bagi orang yang sangan mengenalku mereka semua tahu, aku orang yang terlalu angkuh untuk membawa masa lalu itu tetap ada di masa depanku kecuali dengan kisah yang berbeda.
Sejujurnya aku lelah dengan semua
ini, orang yang menjadi tumpuanku saat ini untuk kuatpun masih tergeletak
sakit. Mama adalah tempat pelarian pertama untukku saat aku mendapatkan masalah
apapun, tapi saat ini selalin mama aku punya siapa. Selain Allah aku hanya
sendiri, huuuffsz. Aku lelah saat sekelilingku memaksaku untuk menjadi
seseorang yang seperti biasanya ceria dan bersemangat menghibur mereka. Aku ingin
sesekali di dengar dan aku benci dangat tekanan dan siapapun yang menekanku. Aku
ingin mereka mengerti terkadang aku butuh sendiri tanpa alasan apapun, tapi itu
betapa sulit L
saat ini panas tubuhku benar-benar tinggi, tak bisa bernafas dengan normal melalui kedua hidungku aku berharap lekassembuh. sakit ini tak membuatku manja dan aku tak ingin mengeluh lebih lama lagi karna hal itu, hal yang paling ku benci, aku bukan wanita lemah, aku kuat pasti kuat. buktinya Allah memberikanku cobaan ini dan pasti dapat ku selesaikan dengan baik amin. SEMANGAT ANIS!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar